Terus saja memendam rasa. Memang tak terasa sampai semuanya hampa.
Apakah kamu pernah membayangkan? Kamu terus memendam rasa untuknya. Melihat gerak demi gerak tubuhnya. Membayangkan setiap senyumnya. Kemudian merefleksikannya di langit-langit kamar. Lalu secara otomatis mengembangkan senyummu sendiri, hingga kamu merasa gila dan insomnia dalam waktu bersamaan.
Kamu pernah merasakan? Mengendap-endap. Mencuri pandang akan indah dirinya. Menimbang-nimbang akan menyapanya. Mengurungkan semua niat seraya membuang muka ketika dia menengok ke arahmu. Di saat itu juga kamu kesal karena tak mendapatkan sapanya, tetapi bahagia karena dengan menegok ke arahmu, berarti dia menyadarimu.
Apa kamu pernah mengharapkan? Menapaki jalan yang berbeda setiap harinya. Kemudian menghentikan pencarian jalan dan terus melewatinya ketika tahu bahwa dia juga menginjakkan kaki di sana. Berpapasan dengannya secara pura-pura tidak sengaja.
Pernahkah kamu memikirkan? Semua sumringah yang menyelinap ke dalam kelopak mata. Mengganggu semua mimpi yang hendak hadir. Mengubah semua benak menjadi layar putih, memproyeksikan khayalan demi khayalan tentang dirimu. Hanya karena kamu menyebut namaku, meski tidak dengan benar.
Namun apakah kamu pernah melamunkan? Bahwa sesungguhnya dia melakukan hal yang sama denganmu, hanya saja dia sama keras kepalanya denganmu. Kepala batu dan hati berliannya memaksanya memendam perasaan, seperti kamu.
Semuanya dilalui sampai waktu yang lama, lebih lama dari yang pernah kamu bayangkan. Hingga masing-masing dari kamu lupa, kemudian menemukan sangkar hati yang baru. Bagaimana jika, ketika kamu merasa bahwa yang kamu dapatkan sekarang benar-benar untukmu, kamu mendapati dia yang pernah kamu cinta dalam diam, ternyata juga mencintaimu. Dalam diam.
Bagaimana jika…
(Sumber: http://daraprayoga.wordpress.com)
0 komentar:
Post a Comment